This is your new blog post. Click here and start typing, or drag in elements from the top bar.
SELAMAT JALAN PAK WID !
“Pesona Gunung , terlalu indah untuk ditinggalkan !”, demikian kira-kira bisikan hati seorang Widjayano Partosudigdo. Ketika merasakan betapa demikian pengapnya suasana birokrasi di Negeri ini. Pilihannya untuk masuk dalam jajaran Menbteri di dalam kabinet, mungkin meruapakan salah satu pilihan hidup yang paling disesalinya.
Gonjang-ganjing seputar rencana kenaikan harga BBM yang menjadi tanggung jawabnya selaku Wamen ESDM, tak pelak lagi merupakan suatu masalah serius, yang tak hanya bisa dijawab dengan berbagai teori keilmuan yang di milikinya. Pak Wid, dengan sangat terpaksa harus merelakan dirinya terjerumus, dalam arus debat berkepanjangan ,yang selama ini mungkin tak pernah dikenalinya. Pak Wid, terlalu lugu, untuk dapat memainkan peran dalam panggung politik yang terkenal sangat licik.
Gunung !, kemudian hadir melambai, memberi harap tentang rasa damai, yang selama ini dia rindukan. Manusiawi sekali, apabila pada akhirnya, ia tertarik untuk sejenak menghapus luka, di antara padang luas rumput ilalang yang selalu hanya menawarkan satu kata : Damai.
Kau mungkin akhirnya mengenalku,
tapi tak akan sepenuhnya mengetahuiku.
Seluruh permukaaanku menyambutmu.
Yang di dalam diriku melepaskan diri.
Penggalan puisi karya Wislawa Szymborksa, di atas, mungkin cukup tepat untuk mewakili suasana hati beliau, yang pasrah menghadap Illahi, disuatu tempat yang paling di cintainya.
“Di antara milyaran manusia yang melewati sejarah, hidup hanya ‘terentang sepanjang bekas cakar kita pada pasir.’
Demikian lanjutan puisi Wislawa Szymborksa, dan kita semua layak untuk menjadikan sosok Pak Wid, sebagai pribadi yang akan tetap memberikan inspirasi. Selamat Jalan pak Wid !.
“Pesona Gunung , terlalu indah untuk ditinggalkan !”, demikian kira-kira bisikan hati seorang Widjayano Partosudigdo. Ketika merasakan betapa demikian pengapnya suasana birokrasi di Negeri ini. Pilihannya untuk masuk dalam jajaran Menbteri di dalam kabinet, mungkin meruapakan salah satu pilihan hidup yang paling disesalinya.
Gonjang-ganjing seputar rencana kenaikan harga BBM yang menjadi tanggung jawabnya selaku Wamen ESDM, tak pelak lagi merupakan suatu masalah serius, yang tak hanya bisa dijawab dengan berbagai teori keilmuan yang di milikinya. Pak Wid, dengan sangat terpaksa harus merelakan dirinya terjerumus, dalam arus debat berkepanjangan ,yang selama ini mungkin tak pernah dikenalinya. Pak Wid, terlalu lugu, untuk dapat memainkan peran dalam panggung politik yang terkenal sangat licik.
Gunung !, kemudian hadir melambai, memberi harap tentang rasa damai, yang selama ini dia rindukan. Manusiawi sekali, apabila pada akhirnya, ia tertarik untuk sejenak menghapus luka, di antara padang luas rumput ilalang yang selalu hanya menawarkan satu kata : Damai.
Kau mungkin akhirnya mengenalku,
tapi tak akan sepenuhnya mengetahuiku.
Seluruh permukaaanku menyambutmu.
Yang di dalam diriku melepaskan diri.
Penggalan puisi karya Wislawa Szymborksa, di atas, mungkin cukup tepat untuk mewakili suasana hati beliau, yang pasrah menghadap Illahi, disuatu tempat yang paling di cintainya.
“Di antara milyaran manusia yang melewati sejarah, hidup hanya ‘terentang sepanjang bekas cakar kita pada pasir.’
Demikian lanjutan puisi Wislawa Szymborksa, dan kita semua layak untuk menjadikan sosok Pak Wid, sebagai pribadi yang akan tetap memberikan inspirasi. Selamat Jalan pak Wid !.